Nama : Novinda Dinata
Ttl : Tanjungpinang, 23 mei 1993
Kampus : UMRAH Tanjungpinang
Email : ovin_rasta@yahoo.com
Twitter : @novindadinata23
My Profil
TANJUNGPINANG
Kota Tanjung Pinang
Kota Tanjung Pinang adalah ibukota Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki Pantai Trikora pesona menarik dengan kekayaan seni budaya Melayu dan beragam kultur budaya dan suku lainnya di Indonesia yang masuk ke kota ini.
Kota tua yang indah ini sejak abad XI sudah dikenal pada masa pemerintahan Kerajaan Bentan dengan rajanya yang dikenal bernama Iskandarsyah. Namun Tanjung Pinang baru menjadi wilayah berkembang sekitar tahun 1719 rapi kemudian tidak berkembang lagi. Barulah pada masa Raja Haji menjadi Yang Dipertuan Muda Riau ke IV (1717-1784) mulai terdapat perkampungan penduduk.
Dalam perkembangannya, kota Ini kemudian berstatus kota administratif dibawah Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri) hingga akhirnya kini menjadi ibukota provinsi. Sebagian besar penduduknya dari suku Melayu, namun dalam perkembangannya kemudian beragam suku dan etnis terutama keturunan Tionghoa mayoritas yang banyak menjadi pedagang.
Tak heran di kampung Bugis Tanjung Pinang terdapat beberapa kelenteng bersejarah anrara lain kelenteng Sung Te Kong yang berumur 300 tahun, Tay Tikong dan beringin berusia 200 tahun yang hingga hari ini masih berfungsi sebagai rumah ibadah sekaligus menjadi obyek wisata.
Kekayaan sejarah dan budaya merupakan sam keunikan tersendiri di wilayah pemerintah kota Tanjung Pinang ini. Bukti-bukti peninggalan phisik seperti situs, bekas istana, makam-makam tokoh sejarah dan berbagai artifak menjadi aset-aset tak ternilai.
Kompleks Makam Daeng Celak, komplek Makam Tun Abas, komplek makarn Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah, makam Raja Haji Fisabililah Marhum Teluk Ketapang, komplek maka Engku Puteri, makam Raja Ja'far YDM Riau VI, komplek makam Raja Abdul Rahman YDM Riau VII dan makam Embung Fatimah merupakan obyek wisata ziarah di kota ini.
Tanjung Pinang tempat yang menyenangkan untuk berjalan kaki santai menikmati suasana kota. Cobalah pergi ke sebuah gereja Katolik bergaya kolonial yang terletak di Jl. Diponegoro. Gereja ini dibangun di atas sebuah bukit. dan dari gereja terlihat pemandangan yang indah ke arah kota Tanjung Pinang di bawahnya hingga ke Pulau Penyengat. Dari sini Anda dapat pergi ke Jl. Hang Tuah yang berada pinggir pantai, dibalik bukit yang merupakan tempat favorit bagi penduduk Tanjung Pinang untuk bersantai dt taman yang terdapat di tempat ini.
Dari dermaga Pelantar II Anda dapat menumpang sampan menyeberangi teluk menuju ke Senggarang yang merupakan desa yang rnenarik untuk dikunjungi. Perahu akan menurunkan Anda di Kampung Cina yang Iuga merupakan kawasan perkampungan di atas air. Dari Kampung Cina Anda dapat berjalan menuju ke darat kemudian belok ke kiri untuk menemukan sebuah klenteng tua yang memiliki pohon beringin tua yang sangat rimbun yang tumbuh di dalam bangunan klenteng.
Jika berminat untuk rnelihat peninggalan masa lalu masyarakat kepulauan Riau maka Anda dapat pergi ke Museum Kandil Riau yang berada di bagian Timur Tanjungpinang tepatnya di Jl. Katamso. Museum ini banyak koleksi benda-benda peninggalan abad ke-18 dan 19 antara lain perahu buatan Cina dari zaman dinasti Ming, sebuah meriam dari kerajaan Melayu, alat tabuhan yang digunakan dalam pelantikan Sultan Melayu dan sebuah piring makan milik Raja Haji yang terbunuh dalam pertempuran melawan Belanda pada tahun 1784. Museum ini juga dihiasi dengan berbagai senjata pedang dan lukisan dari penguasa Melayu yang dipajang di dinding.
Pulau Penyengat berada disebelah Barat Tanjung Pinang. Pulau ini dapat dicapai dengan menumpang perahu motor yang berangkat dari dermaga utama Tanjung Pinang. Pulau berukuran mungil ini dulunya adalah pusat kedudukan dari para raja Riau. Tak heran bila kental dengan suasana Melayu dari masa silam. Pada abad ke- 19 pulau ini adalah pusat dari perkembangan kebudayaan, kesusasteraan Melayu dan juga Islam. Penguasa di Pulau Penyengat dikenal sebagai penganut Islam yang taat.
Penyengat adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi, tidak saja karena disini terdapat banyak sisa bangunan tua peninggaian abad ke-19 dan sebuah masjid tua berwarna kuning yang dihiasi kubah dan menara cantik yang sangat mengesankan tetapi juga suasana aristokratik Melayu tempo doeloe terasa sangat kuat di pulau ini. Disini dapat ditemui sisa reruntuhan istana tua Rajah Ali dan kawasan makam Rajah Ali dan Rajah Jaafar.
Pulau Penyengat kemudian berubah menjadi pusat kebudayaan dan sastra Melayu dan pusat pengembangan ajaran Islam. Ahli-ahli agama Islam seperti para Imam dari Tanah Suci Mekah diundang mengajar di masjid kesultanan di Penyengat. Karya-karya besar sastrawan Melayu lahir di Penyengat termasuk karya fenomenal Gurindam Duabelas dan Tuhfat al-Nafis, karya sastrawan Raja Ali Haji